Rabu, 09 Maret 2011

Tawar Menawar Kepentingan Prolegnas

Salah satu fungsi utama lembaga legeslatif adalah fungsi legislasi, yang menghasilkan beberapa kemajuan dalam produk perundang-undangan yag dihasilkan. Sejarah mencatat dileluarkannya beberapa Undang-undang (UU) penting bagi promosi demokratisasi dan Hak Asasi Manusia. Pengesahan dua konvensi PBB, yaitu konvensi tentang Hak Ekonomi Sosial dan Budaya melalui UU no. 11/2005 adalah dua contoh perundang-undangan yang telah ditunggu sekilan lama oleh banyak elemen prodemokrasi. Laporan studi kinerja DPR menyebutkan bahwa dari segi kualitas, banyak UU yang dihasilkan tidak memberi manfaat langsung bagi kehidupan masyarakat.
Memang beberapa aturan seperti UU No. 23/2004 tentang penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga sebagai kemajuan yang harus diapresiasi dari kinerja proses legislasi. Walau begitu, bila dilihat dari segi kinerja, masih banyak catatan atas kinerja baik lembaga legislatif di tingkat pusat maupun daerah. Catatan yang paling kasatmata adalah dari segi produktivitas legislasi yang dihasilkan. Di tingkat pusat, jumlah produk perundangan yang dihasilkan oleh DPR masih jauh di bawah target yang dicantumkan dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas).
Hal yang menarik adalah menyangkut legislasi terhadap isu-isu sensitif. Menurut Ruhut Sitompul dari Fraksi Demokrat mengatakan, “adanya tarik ulur kepentingan didalam pembentukan UU itu adalah hal yang biasa didalam politik. Terkadang perwakilan partai mencoba memprioritaskan kepentingan mereka dan mengabaikan UU yang telah disepakati. Jadi inilah yang membuat realisasi didalam pembentukaan UU tidak mencapai target”. Semisal terkait UU Ketahanan Kendali TNI yang coba didahulukan, hal justru ini menuai polemik.
Lebih lanjut, tumpang kepentingan dari pihak-pihak tertentu menjadi sangat kasat mata dalam penertapan beberapa RUU. Tarik menarik menyangkut pembahasan substansi RUU Penanaman Modal yang disahkan DPR pada tahun 2007. Dalam pandangan akhir fraksi PDI-P menyampaikan adanya indikasi kuat kepentingan modal asing dan korporasi besar yang ditunjukan dalam penolakan terhadap usulan penanganan kejahatan korporasi. Sikap ini juga didukung oleh Fraksi Kebangkitan Bangsa, yang melihat bahwa pasal ini membuat hilangnya kesempatan untuk mendapatkan temuan tentang petensi kerugian negara sebagai akibat beroprasinya modal asing.
Hal yang lain juga ditunjukan dengan alotnya pembahasan untuk megubah usulan dari pemberian kesempatan yang sama menjadi perlakukan yang sama bagi pemodal asing dan nasional. Sikap lain juga muncul dari kalangan aktivis yang menyoal kemudahan perizinan atas tanah yang berpotensi meningkatkan konflik agrarian. Catatan lain tentang kinerja legislasi DPR juaga terlihat dari banyaknya RUU dalam daftar Prolegnas yang merupakan RUU untuk mengubah UU yang relatif belum lama berlaku. Hal ini menunjukan bahwa kualitas UU yang dihasilkan sebelumnya patut dipertanyakan.

Buruknya kinerja legislasi DPR ini juga berkali-kali diungkap, fungsi inilah yang paling buruk kinerjanya dibandingkan fungsi anggaran dan pengawasan. Berkaca pada pengalaman tersebut, maka Baleg (Badan Legislasi) yang mengkordinasi proses legislasi dan Mentri Hukum dan HAM sebagai mitra pemerintah menetapkan kriteria dalam penyusunan Prolegnas tahun 2011 supaya pengalaman buruk tahun sebelumnya tidak terulang kemabli. Kita tahu pada tahun 2010 Prolegnas menetapkan 70 UU, yang terealisasi hanya 6 rancangan UU yang ditetapkan. Persoalan ini menjadi bukti lemahnya komitmen anggota DPR untuk menyelesaikan persoalan ini.
Sebastian Salang Koordinator FORMAPPI, memberikan penjelasan, “kurang harmonisnya hubungan antara Pemerintah dan DPR salah satu faktor terhambatnya proses pembutann UU yang telah direncanakan, selain itu faktor kepentingan antara fraksi kerap kali saling jegal didalam proses pembahasan UU”. Memang Pemerintah dan DPR sudah menyiapkan RUU inisiatif yang di ”godok” secara matang. Lagi-lagi kalau antara pemerintah dan DPR masing-masing saling dirugikan didalam draft pembahsan UU, secara otomtasi Program Legalisasi Nasional setiap tahunnya sulit mencapai target.
Sebastian Salang melanjutkan, secara teoritis anggota DPR dan Pemerintah memang mewakili kepentingan rakyat, akan tetapi secara praktiknya ada UU yang menurut pemerintah bisa mengganggu kepentingan mereka. Sebaliknya ada pula UU yang diusulakan oleh pemerintah menurut partai politik sangat merugikan mereka. Jadi Pemerintah dan DPR yang pertama mereka lihat adalah kepentingan mereka dahulu. Apakah kepentingan ini merugikan atau justru sebalinya, kepentingan ini menjadi kata kunci didalam perjalanan pembentukan UU.
Pertanyaannya mengapa DPR kewalahan dalam menyelesaikan target Prolegnas dalam satu tahun?, hal ini tidak bisa dijawab dengan jawaban keterbatasan sumber daya manusianya maupun anggaran. Namun, lebih pada bagimana sistem perencanaan, monitoring, dan evaluasi menjadi sinkron. Sehingga mulai dari tahap pengusulan sampai dengan implementasi UU dibangun di atas pondasi yang solid. Lagi-lagi kinerja anggota DPR masih sangat jauh dari harapan. Kesibukan akan dunia diluar parlemen jauh lebih mengasikkan.
Sungguh memperihatinkan bila kita masih mengadopsi hukum cara-cara Belanda saat ini, dilain pihak kita tidak mencoba meniru kesederhanaan parlemen negeri kincir angin tersebut. Parlemen kita kini terkesan mewah dengan berbagai tunjangan dan fasilitasnya. Gedung DPR Senayan bagai “show room mobil mewah”. Padahal di Belanda, anggota parlemen tidak mendapatkan gaji dan tunjangan mobil. Mereka hanya mendapat schadeloos-stelling (ganti rugi) yang cekak dan tunjangan yang zakelijk )jatah mobil dinas). Bagaimana dengan negara kita:
Gaji, Tanjungan, dan Uang Paket Pimpinan dan Anggota DPR
PERATURAN GAJI TUNJANGAN UANG PAKET KETERANGAN
PP No. 75/2000 (anggota DPR) Rp. 4.200.000
PP No. 75/2000 (Pemimpin DPR) Rp. 5.040.000 (ketua)
Rp. 4.620.000 (wakil ketua)
Keppres No. 59/2003 (anggota DPR) Rp. 9.700.000 Dengan tidak diberlakukannya Keppres No. 168/2000 dan Keppres No. 68/2001, besaran tunjangan mengalami kenaikan sebesar 28,30%
Keppres No. 59/2003 (pimpinan DPR) Rp. 19.900.000 (ketua) Rp. 15.600.000 (wakil ketua)
Keppres No. 60/2003 Rp. 2.000.000 Tidak dijelaskan yang dimaksud “uang pakaet” kecuali diperuntukan buat pimpinan dan anggot DPR dalam rangka pelaksanaan ketentuan Pasal 5 ayat (2) dan ayat (4) UU No.12/1980
Surat Mentri Keuangan No. S.82/KM.02/2003 (Anggota DPR) Rp. 3.720.000 Tunjangan kehormatan sebelum dipotong PPh Pasal 21 (15%)
Surat Mentri Keuangan No. S.82/KM.02/2003 (Anggota DPR) Rp. 4.460.000 (ketua)
Rp. 4.300.000 (wakil ketua)
Sumber: Dati Fatimah, Mail Sukribo dalam DPR Uncensored
Selain itu, mereka juga mendapatkan fasilitas penunjang lain yang jumlahnya cukup banyak. Table berikut menggambarkan besarnya fasilitas yang diterima oleh anggota DPR diluar tunjangan lain seperti uang representasi, pensiunan, rumah jabatan, pelayanan kesehatan, perjalanan dunas baik dalam negeri dan luar negeri, dan banyal kagi pos yang lain juga jarang diketahui publik.
NO Jenis Tunjangan/Fasilitas Ketua Wakil Ketua Anggota Ketetang/Dasar Hukum
1 Telepon Rp. 3.000.000
/bulan a. Surat Mentri Keuangn No. S-193/MK.02/2006
b. SK Sekjen DPR No. 05/Sekjen 2006
2 Listrik Rp. 2.500.000 /bulan
3 Komunikasi Intensif Rp. 14.968.000 /bulan Rp. 14.554.000 /bulan Rp. 14.140.000 /bulan a. Surat Mentri Keuangan No. S. 193/ KM.2/2005
b. SK Sekjen DPR NO.04/Sekjen/ 2006
4 Beras 10 kg/jiwa x 4 jwa x Rp.3.009 Surat Edaran Dirjen Anggaran No. SE.008/WA.11/PK.03/ 2003


Dijelaskan kembali bahwa angota parlemen Belanda itu bukan pegawai negara. Jadi, jangankan mobil dinas, salaries (gaji) pun tidak ada. Istilah salaries menunjukan bahwa anggota parlemen berdinas pada pihak tertentu. Sebagai imbalan jerih payah, anggota parlemen menerima apa yang disebut schadeloosstelling alias ganti rugi. Anggota parlemen sepatutnya independen, dan oleh karena itu parlemen di Belanda tidak berdinas pada pihak mana pun. Untuk urusan mobilitas ke gedung parlemen di Binnenhof (Den Haag), yang nyata-nyata demi kepentingan Negara, itu menjadi tanggung jawab masing-masing anggota parlemen.
Makanya banyak anggota parlemen yang ngantor dengan naik trem, sejenis angkutan umum kota mirip kereta apai tapi bentuknya lebih kecil. Bila anggota DPR ingin melakukan studi banding, coba Belanda dijakdikan tempat studi banding didalam mengelola parlemen Negara secara sederhana. Disana kita bisa menyaksikan bahwa di halaman gedung parlemen negeri berpenghasilan 22.570 euro per kapita itu, tidak ditemukan mobil sekelas Jaguar dan sejenisnya. Lalu bagaimana dengan parlemen kita?
ABN
Achmad Budiman Sudarsono
Reporter Majalah Figur
Artikel Penulis di Majalah Figur

0 komentar:

Posting Komentar

 
 
Copyright © boediman achmad sudarsono
Blogger Theme by BloggerThemes